Hai
hai hai hai ????
Ketemu
lagi nih bareng saya @sucianggraenii kali ini saya mau berbagi persepsi dengan
kalian semuanya dulu dong ….
Saya
tau ko gimana rasanya mereka penulis yang selalu tekun untuk menyumbangkan
pikirannya kedalam sebuah rangkaian kata yang menurutnya itu indah namun pada
saat orang lain tidak menerima akan rasa kebanggaan yang didirinya dan tidak
memberikan apresiasi hal itu akan membuat si penulis itu sedih dan merasa tidak
dihargai.
Oke
kawan itu pun pernah saya rasakan sendiri dan saya bias menjalaninya jadi bagi
siapun yang sedang ngalamin hal yang sama jangan pernah berkecil hati kawan,
percayalah itu adalah awal dari karirmu di dunia tulis menulis, udahh ya
curcolnya kita balik lagi ke MATI UNTUK NARIAN yang sama butuh perhatiannya
dari kalian semua. Okee jadi pantengin terus yang ending ceritnya narian ini dijamin
rame dan pasti kalian bakalan sadar deh makna yang sebenarnya itu apa dan
pastinya mudah mudahan kalian jadi terinsfirasi deh buat memulai menulis
walaupun dengan berbagai resikonya tapi apa salahnya kawan buat kita memulainya
saja terlebih dahulu .
PART KE-5
Jreng jrenggg .........
Perbincangan itu yang pada ujungnya membuat
Narian minder dan mengeluh rasanya ia tak pantas untuk menemui ibunya itu, ia
takut dipermalukan akan kondisinya yang seba kekurangan apalagi pakaiannya yang
tak pantas untuk dikenakan oleh seorang anak dari keluarga terpandang seperti
iu Maryana itu. Sepanjang jalan yang ia tempuh dengan berjalan kaki sampai pada
depan pintu rumah ibunya itu, tebesit pikiran untuk kembali pulang ke Pelabuhan
Ratu, Sukabumi saja. Ia lebih mau merawat kuburan neneknya saja , “aku kangen
Ambu, aku ga pernah dipermalukan Ambu seperti ini. Ya Tuhan aku takut akan kebahagiaan dalam hidupku
ini, rasanya tak pantas kebahagiaanku ku dapatkan dari dengan tinggal bersama
kedua orang tuaku. Aku ga pantas terima
orang tua yang begitu kaya seperti yang diceritakan ibu tadi”. Sampai pada akhirnya ia benar-benar mau pulang, usahanya
yang sampai enam hari tak menentu itu sia-sia saja.
Seingatnya ia masih punya
sisa bekal lima puluh ribu lagi rasanya tak mungkin sampai di Sukabumi,
usahanya seperti dengan menjajakan diri menawarkana jasa mencuci piring sudah
tak berlaku lagi. Ia berada di tempat yang tau namanya ia hanya mengikuti
langkah kaki membawanya, disana tak ada warung berserakan, tak ada suplay
makanan lagi untuk menahan rasa laparnya itu. Kini hidupnya semakin tak menentu.
Tak ada lagi Neneng yang mau menemani harinya lagi, tak ada lagi Ambu yang
tersenyum lagi padanya.
Sampai pada akhirnya hidupnya tinggal
berbekalkan baju sederhana penuh penyesalan dan selalu basah dengan linangan
air mata yang terus mengalir membasahi pipinya sampai ia benar-benar tahu tak
akan ada senyum lagi yang menghiasi harinya.
Udah baca semua partnya cerpen MATI UNTUK
NARIAN kan? Ga ada yang kelwatkan ? sebenarnya bukan tujuan utama saya kalian
membaca cerita dari cerpen karangan saya ini sih, tapi yang saya inginkan itu
membuat kalian tergerak untuk menulis. Lihatlah kawan saya tahu jelas kalau
cerpen ini jauh dari sempurna tapi saya berani buat ngepostingnya jadi kenapa
kalian engga ????
Yang mau
share soal tulis menulis sambil belajar bareng saya bisa di follow @sucianggraenii https://twitter.com/sucianggraenii.
atau engga add fb saya : http://www.facebook.com/profile.php?id=100003184168916 Okeeee sucianggraeni235@yahoo.com